Jika senyum itu ibadah jadi apakah luka itu? Ia ada bersembunyi di balik layar lengkung lebar. Insan luar melihatnya bahagia sebagai tutupan duka.
Aku tersenyum melihat tingkah bocah ini yang tertawa tanpa beban. Tidak memikirkan bagaimana penatnya mencari uang. Dia menunduk sambil memainkan ponsel dengan asyik. Ibunya datang membawa sepiring nasi menyuapi dengan sabar. Disini aku berandai andai tentang masa lalu.
Jika saja dunia sedikit baik untukku sekarang mungkin akan sebanding dengan masa laluku dulu. Masa lalu tanpa mengenal luka hati yang hanya luka goresan dan tiupan ajaib ibu.
Aku berandalan katanya. Si gila. Aku gadis yang tidak waras, tapi untungnya cantik. Tidak sia sia kecantikan ibu yang menurun padaku dan juga ketidakwarasan ayah.
Krek !
Pintu terbuka untuk kekasih hatiku. Dan hari ini aku siap untuk menahan limpahan cintanya.
"Puri! "
Sekali lagi aku tahu cinta itu buta
Sekali lagi cinta itu rasa emosi.
Tapi aku muak selalu dia yang melimpahkan cintanya. Kini giliranku agar ia tahu bahwa cintaku memerah merekah bersatu dalam darah. Ah... Jangan lupa aku tidak lupa meniup lukanya walaupun ia tidak bisa terbangun lagi.
Dan lagi kata orang orang benar. Ketidakwarasan ayah menurun padaku.
Bisakah mendekat? Aku bisa meniup lukamu yang tidak akan pernah sembuh itu.
Bingung judulnya apa?
#cerpen
ATFI FARAMADINA
Hapus Komentar
Kamu yakin ingin menghapus komentar ini?