PAHUNI ( Dalam Secangkir Kopi Maut).
Malam semakin larut. Entah kapan akan berakhir, Amdi gelisah. Sedari tadi ia belum mendapat penumpang, dia khawatir tidak membawa sepeserpun uang untuk pulang.
Cairan hitam pekat nan hangat dengan asap yang mengepul tampaknya cukup untuk menyemangati diri.
Suara jangkrik memecah keheningan. Dia hanya ingin secangkir kopi untuk malam ini tidak lebih, tapi ia tidak bisa mendapatkannya. Gula dan kopi dirumah habis. Istrinya mengomel. Sialnya dia tidak punya uang.
Teman ojek lain telah pulang dengan beberapa lembar penghasilan. Ia melenguh panjang. Tiba-tiba cairan berbau aneh mengalir dari dahinya. Amdi menuju kaca spion lalu mengelapnya dengan tisu.
"Ojek"
Amdi menoleh. Pria bersetelan jaket persis sepertinya, lalu duduk dimotor. Segera ia menyalakan mesin.
Kepala pria itu menunduk. Tidak bicara. Suasana menjadi sangat canggung.
Setengah sudah menyusuri jalan. Pria itu hanya diam tidak memberi tahu kemana tujuan.
"Mas, tujuannya kemana?"
"Pulang. Bawa saya pulang."
"Alamatnya dimana?"
"Pulang."
Amdi menghentikan motor. Mulai kesal dengan penumpang pertamanya hari ini. Ia turun lalu bertanya pada pria tadi. Masih menunduk.
"Mas, kalau begini gimana saya mengantar kalau mas tidak memberi tahu saya alamatnya"
Pria itu diam. Tidak bergeming sama sekali.
"Mas mabuk ya? Kalau begitu saya permisi untuk merogoh kantong untuk melihat KTP supaya saya melihat alamat "
Amdi mendekati pria itu. Memeriksa kantong celana. Mencari cari keberadaan dompet. Ia berhati-hati. Amdi khawatir jika orang lain melihat dia begini maka akan dituduh pencuri.
Pria itu mengangkat kepala . Menunjukkan batang hidungnya. Wajahnya pilu penuh darah. Pucat. Bibirnya biru. Luka robekan besar dikepala.
"Apa saya sudah mati?"
Dia bertanya menatap tajam Amdi.
Amdi terkejut. Dia melihat kaca spion. Tidak ada satupun bayangannya dan orang itu.
Amdi tersenyum. Tersadar. Bahwa pria itu adalah dirinya sendiri.
****
"Kalau saja malam itu aku memberinya secangkir kopi. Dia hidup tidak akan mati.
Dia hanya ingin itu saja. Hanya kopi"
Lalu wanita itu terisak. Menangis sejadi jadinya.
Aku menatap layar televisi. Berita duka datang dari ayah.
SEORANG PEGENDARA OJEK DITEMUKAN TEWAS MENABRAK SEBUAH POHON.
Aku tidak menangis. Lagipula dia masih bersamaku. Aku menyeduh kopi untuknya. Dia masih memanggil manggil namaku. Eris. Walaupun setengah berbisik.
Masih bersamamu. Di sana. Jauh tidak bertepi.
#cerpen
gilbert ja
Hapus Komentar
Kamu yakin ingin menghapus komentar ini?