Definisi Bahagia
Cerbung

Dengan tidak sabar aku turun dari bus. Tidak sabar menemui kekasih hati yang sudah dua tahun lebih tidak bertemu. Ketika dirumah aku berdandan cantik memakai baju berwarna putih. Katanya jika aku memakai baju berwarna putih aku adalah malaikat atau bidadari. Memikirkannya saja masih membuatku tersipu.

Hari ini aku akan bertemu dia lagi. Seperti apakah dia? Makin tampan? Apakah masih sama seperti dulu? Dan apakah perasaannya tidak memudar? Apa dia benar selalu mencintaiku?

Rindu yang harus terhalang ribuan jarak akan hilang karena aku akan bertemu dia, tapi bagaimana jika hanya aku yang selalu mencintainya?

Aku menuju gang rumahnya tampak ada janur kuning terlihat dari kejauhan. Siapa yang menikah? Itu yang kupikirkan pertama kali.

Tapi ketika sampai di rumah priaku. Dia tampan  dengan baju pengantin didampingi wanita asing yang pastinya bukan aku.  Dia melihatku, tampak panik lalu datang meninggalkan pelaminan.

"Ra, maaf kita harus berakhir. Aku tidak bisa menunggu kamu begitu lama. Maafkan aku."
Lalu dia pergi lagi tanpa ada sepatah katapun.  Aku diam mematung, tidak bisa berkata apa-apa air mataku juga terlalu malu untuk menetes.

Aku memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah,  penuh orang. Ibunya menyambutku dengan hangat.
"Kamu datang Lara, Ibu kira kamu masih kerja di kota"

"Tentu aku datang. Selamat ya Bu, semoga Adit dan istri dapat menjadi keluarga bahagia"

"Terima kasih banyak"

"Loh iya Bu, mau tanya toliet disebelah mana ya?"

"Lurus, terus belok kanan ya dekat dapur"

Sekarang aku bebas untuk melepaskan sesak, meneteskan air mata tanpa suara dan membasuh wajahku agar seolah-olah aku tidak apa apa. Baru saja aku membuka pintu tiba-tiba saja seorang pria aneh masuk begitu saja.
Aku langsung waspada.

"Woy! Kamu siapa?! Ngapain kamu disini?!"

"Kamu mantan si Adit itu kan? Aku Hanif, mantan Ici istrinya Adit"

"Iya. Emangnya kenapa?"

"Kamu tahu saat kesini perasaanku campur aduk antara malu dan sedih. Aku kesini untuk nangis, tapi ada kamu,"

Jadi, laki laki bisa menangis ketika patah hati kukira mereka tidak pernah menangis. Tiba-tiba ide gila di kepalaku muncul.

"Jadian yuk?! Daripada kita keluar dari sini dibully gara gara jomblo"

Mata si Hanif itu terbelalak mendengar perkataan gilaku itu. Sekarang aku sudah menjadi wanita gila, sudah tidak waras. Untuk apa punya hubungan selama 3 tahun, tapi akhirnya malah begini. Ditinggal dan dicampakkan begitu saja.

"Oke. Hari ini kita resmi jadian"

Aku dan Hanif bergandengan tangan layaknya dua orang yang jatuh cinta. Kami datang menuju pelaminan untuk menyalami kedua pengantin. Adit tersenyum kecut saat melihat aku dan Hanif datang.

"Selamat ya Adit, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah" sahut Hanif sambil menyalami Adit. Menunjukkan senyum lebar yang dipaksakan.

"Ooh ya, Nif cewe ini siapa? Pacar kamu ya?"tanya pengantin perempuan.

"Iya." Menatapku, lalu kembali memegang tanganku.

"Tadi kamu datang sendiri kan?  Tapi sekarang malah berdua?"tanya Adit.

"Tadi Hanifnya berangkat lebih dulu"jawabku.

Malam semakin larut Aku dan Hanif berjalan canggung tanpa mau menatap satu sama lain.

"Gimana kalau kita pacarannya beneran?" Hanif bicara sambil menatapku lama.

"Lah, yang di toilet tadi emangnya pura pura ya? Itu beneran."
Dia tersenyum cengengesan. Malam ini malam yang harusnya patah hati, tapi malah mendapat sebuah hati yang baru.

#cerbung #ceritabersambung #lovestory