Telusuri post

Explore captivating content and diverse perspectives on our Discover page. Uncover fresh ideas and engage in meaningful conversations

Definisi Bahagia
Lanjutan cerbung

Setahun bersama Hanif itu bukan suatu perjalanan yang mudah, tapi kami akhirnya akan selalu bertahan lalu jatuh cinta lagi. Dia pria sempurnaku dan baginya aku adalah wanita sempurnanya. Kami nyaman kecuali tentang kepercayaan kami menjadi saling tak enak hati.

"Kamu tahu Hanif, aku berharap suatu hari nanti kita berdua berdiri di altar lalu mengucapkan janji suci. Hidup selamanya sampai maut memisahkan."

"Tapi Ra, aku lebih berharap kamu duduk disebelahku berdandan cantik lalu aku dengan lantang mengucapkan ijab kabul"

Aku terdiam sembari tersenyum kecut. Suasana menjadi hening dan canggung. Dalam hubungan ini ada satu syarat, jangan bawa agama.

"Nif, bagaimana kalau kita sama seperti pasangan beda agama lainnya yang tidak berakhir indah"

"Lara, kita ini pasangan bhinneka tunggal Ika. Kita berbeda tapi tetap satu kan? Jujur Ra, aku ingin menikah dengan kamu. Bagaimanapun caranya. Kita bisa menikah diluar negeri atau...,"

"Menurut kamu semudah itu kah?"

"Lalu apa?! Kita berakhir!?"

"Hanif!! Agamaku sudah diajarkan sejak aku lahir hingga sekarang! Bagaimana mungkin aku meninggalkannya begitu saja! Aku tersadar, kata ibuku bahwa jatuh cinta beda agama itu ujian, apakah kamu lebih mencintai Tuhanmu atau ciptaannya? Aku ingin kita berakhir!"

"RA! untuk apa kita pacaran selama setahun? Untuk apa kita dipertemukan kalau akhirnya seperti ini?
Bagaimana kalau cuma kamu yang akan selalu aku cintai bukan orang lain!"

Aku menangis, meninggalkan Hanif sendirian di taman. Kuacuhkan orang orang yang menatap kami. Semuanya tampak buram karena air mata. Selepas ini aku akan menjalani hidup baru. Kisah baru tanpa Hanif.

#cerbung

Definisi Bahagia
Cerbung

Dengan tidak sabar aku turun dari bus. Tidak sabar menemui kekasih hati yang sudah dua tahun lebih tidak bertemu. Ketika dirumah aku berdandan cantik memakai baju berwarna putih. Katanya jika aku memakai baju berwarna putih aku adalah malaikat atau bidadari. Memikirkannya saja masih membuatku tersipu.

Hari ini aku akan bertemu dia lagi. Seperti apakah dia? Makin tampan? Apakah masih sama seperti dulu? Dan apakah perasaannya tidak memudar? Apa dia benar selalu mencintaiku?

Rindu yang harus terhalang ribuan jarak akan hilang karena aku akan bertemu dia, tapi bagaimana jika hanya aku yang selalu mencintainya?

Aku menuju gang rumahnya tampak ada janur kuning terlihat dari kejauhan. Siapa yang menikah? Itu yang kupikirkan pertama kali.

Tapi ketika sampai di rumah priaku. Dia tampan  dengan baju pengantin didampingi wanita asing yang pastinya bukan aku.  Dia melihatku, tampak panik lalu datang meninggalkan pelaminan.

"Ra, maaf kita harus berakhir. Aku tidak bisa menunggu kamu begitu lama. Maafkan aku."
Lalu dia pergi lagi tanpa ada sepatah katapun.  Aku diam mematung, tidak bisa berkata apa-apa air mataku juga terlalu malu untuk menetes.

Aku memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah,  penuh orang. Ibunya menyambutku dengan hangat.
"Kamu datang Lara, Ibu kira kamu masih kerja di kota"

"Tentu aku datang. Selamat ya Bu, semoga Adit dan istri dapat menjadi keluarga bahagia"

"Terima kasih banyak"

"Loh iya Bu, mau tanya toliet disebelah mana ya?"

"Lurus, terus belok kanan ya dekat dapur"

Sekarang aku bebas untuk melepaskan sesak, meneteskan air mata tanpa suara dan membasuh wajahku agar seolah-olah aku tidak apa apa. Baru saja aku membuka pintu tiba-tiba saja seorang pria aneh masuk begitu saja.
Aku langsung waspada.

"Woy! Kamu siapa?! Ngapain kamu disini?!"

"Kamu mantan si Adit itu kan? Aku Hanif, mantan Ici istrinya Adit"

"Iya. Emangnya kenapa?"

"Kamu tahu saat kesini perasaanku campur aduk antara malu dan sedih. Aku kesini untuk nangis, tapi ada kamu,"

Jadi, laki laki bisa menangis ketika patah hati kukira mereka tidak pernah menangis. Tiba-tiba ide gila di kepalaku muncul.

"Jadian yuk?! Daripada kita keluar dari sini dibully gara gara jomblo"

Mata si Hanif itu terbelalak mendengar perkataan gilaku itu. Sekarang aku sudah menjadi wanita gila, sudah tidak waras. Untuk apa punya hubungan selama 3 tahun, tapi akhirnya malah begini. Ditinggal dan dicampakkan begitu saja.

"Oke. Hari ini kita resmi jadian"

Aku dan Hanif bergandengan tangan layaknya dua orang yang jatuh cinta. Kami datang menuju pelaminan untuk menyalami kedua pengantin. Adit tersenyum kecut saat melihat aku dan Hanif datang.

"Selamat ya Adit, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah" sahut Hanif sambil menyalami Adit. Menunjukkan senyum lebar yang dipaksakan.

"Ooh ya, Nif cewe ini siapa? Pacar kamu ya?"tanya pengantin perempuan.

"Iya." Menatapku, lalu kembali memegang tanganku.

"Tadi kamu datang sendiri kan?  Tapi sekarang malah berdua?"tanya Adit.

"Tadi Hanifnya berangkat lebih dulu"jawabku.

Malam semakin larut Aku dan Hanif berjalan canggung tanpa mau menatap satu sama lain.

"Gimana kalau kita pacarannya beneran?" Hanif bicara sambil menatapku lama.

"Lah, yang di toilet tadi emangnya pura pura ya? Itu beneran."
Dia tersenyum cengengesan. Malam ini malam yang harusnya patah hati, tapi malah mendapat sebuah hati yang baru.

#cerbung #ceritabersambung #lovestory

PAHUNI ( Dalam Secangkir Kopi Maut).

Malam semakin larut. Entah kapan akan berakhir, Amdi gelisah. Sedari tadi ia belum mendapat penumpang, dia khawatir tidak membawa sepeserpun uang untuk pulang.

Cairan hitam pekat nan hangat dengan asap yang mengepul tampaknya cukup untuk menyemangati diri.

Suara jangkrik memecah keheningan. Dia hanya ingin secangkir kopi untuk malam ini tidak lebih, tapi ia tidak bisa mendapatkannya. Gula dan kopi dirumah habis. Istrinya mengomel. Sialnya dia tidak punya uang.

Teman ojek lain telah pulang dengan beberapa lembar penghasilan. Ia melenguh panjang. Tiba-tiba cairan berbau aneh mengalir dari dahinya. Amdi menuju  kaca spion lalu mengelapnya dengan tisu.

"Ojek"

Amdi menoleh. Pria bersetelan jaket persis sepertinya, lalu duduk dimotor. Segera ia menyalakan mesin.

Kepala pria itu menunduk. Tidak bicara. Suasana menjadi sangat canggung.

Setengah sudah menyusuri jalan. Pria itu hanya diam tidak memberi tahu kemana tujuan.

"Mas, tujuannya kemana?"

"Pulang. Bawa saya pulang."

"Alamatnya dimana?"

"Pulang."

Amdi menghentikan motor. Mulai kesal dengan penumpang pertamanya hari ini. Ia turun lalu bertanya pada pria tadi. Masih menunduk.

"Mas, kalau begini gimana saya mengantar kalau mas tidak memberi tahu saya alamatnya"

Pria itu diam. Tidak bergeming sama sekali.

"Mas mabuk ya? Kalau begitu saya permisi untuk merogoh kantong untuk melihat KTP supaya saya melihat alamat "

Amdi mendekati pria itu. Memeriksa kantong celana. Mencari cari keberadaan dompet. Ia berhati-hati. Amdi khawatir jika orang lain melihat dia begini maka akan dituduh pencuri.

Pria itu mengangkat kepala . Menunjukkan batang hidungnya. Wajahnya pilu penuh darah. Pucat. Bibirnya biru. Luka robekan besar dikepala.

"Apa saya sudah mati?"

Dia bertanya menatap tajam Amdi.

Amdi terkejut. Dia melihat kaca spion. Tidak ada satupun bayangannya dan orang itu. 

Amdi tersenyum. Tersadar. Bahwa pria itu adalah dirinya sendiri.

****

"Kalau saja malam itu aku memberinya secangkir kopi. Dia hidup tidak akan mati.
Dia hanya ingin itu saja. Hanya kopi"

Lalu wanita itu terisak. Menangis sejadi jadinya.

Aku menatap layar televisi. Berita duka datang dari ayah.

SEORANG  PEGENDARA OJEK DITEMUKAN TEWAS MENABRAK SEBUAH POHON.

Aku tidak menangis. Lagipula dia masih bersamaku. Aku menyeduh kopi untuknya. Dia masih memanggil manggil namaku. Eris. Walaupun setengah berbisik.

Masih bersamamu. Di sana. Jauh tidak bertepi.


#cerpen

You just have 2 options :
1. Take it
2. Leave it

"Pemenang bukan orang yang tak pernah gagal tetapi orang yang pantang menyerah"~ Kung Fu Panda 2 -2011

"Have a comfortable day. Don’t try hard to be happy. Just let it goand feel how great it is"
- Taeyeong NCT

Semerah darah.
Seputih tulang.
Sehijau rumput.
Sebiru langit.

Dan kamu, seindah pelangi.

Menang atau kalah itu biasa. Yang luar biasa adalah menerima kemenangan tanpa merendahkan kekalahan.

Tawamu bagus. Bolehkah aku meminjamnya?

Aku mengalah bukan berarti aku kalah. Justru aku mengalah karena akulah yang menang dari seseorang yang tidak mau mengakui kekalahannya.